Secara
konstitusional, langkah pemerintah untuk melakukan
berbagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama
bagi kaum miskin dan kurang mampu patut mendapatkan
dukungan nyata dari semua kalangan. Didalam UUD 1945
berbagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama
bagi kaum miskin dan kurang mampu patut mendapatkan
dukungan nyata dari semua kalangan. Didalam UUD 1945
pasal 28 H (1)
menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”.
Demikian
juga di dalam pasal 34 (2) dinyatakan bahwa ”Negara
mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Latar konstitusional
tersebut dipertegas lagi di dalam pasal 34 (3) yang menyatakan
bahwa ”Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Latar konstitusional
tersebut dipertegas lagi di dalam pasal 34 (3) yang menyatakan
bahwa ”Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Telah banyak
upaya yang dilakukan pemerintah terhadapupaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah
dengan mengembangkan program Asuransi Kesehatan bagi
keluarga miskin (Askeskin) sejak tahun 2005 hingga tahun 2007.
Pada tahun 2008 program tersebut berubah nama menjadi
peningkatan kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah
dengan mengembangkan program Asuransi Kesehatan bagi
keluarga miskin (Askeskin) sejak tahun 2005 hingga tahun 2007.
Pada tahun 2008 program tersebut berubah nama menjadi
program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Apapaun
nama dan model apapun, yang pasti, semua program tersebut
bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
pelayan kesehatan yang berkualitas.Masalahnya adalah belum
semua masyarakat terutama masyarakat miskin dan
nama dan model apapun, yang pasti, semua program tersebut
bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
pelayan kesehatan yang berkualitas.Masalahnya adalah belum
semua masyarakat terutama masyarakat miskin dan
kurang mampu,
dapat menjangkau akses pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh pemerintah kota, apalagi jika bicara pada
level kualitas pelayanan kesehatan. Banyak indikator yang bisa
dilihat, namun kesemuanya itu belum mampu menunjukkan
peningkatan kualitas atau derajat kesehatan masyarakat terutama
yang diberikan oleh pemerintah kota, apalagi jika bicara pada
level kualitas pelayanan kesehatan. Banyak indikator yang bisa
dilihat, namun kesemuanya itu belum mampu menunjukkan
peningkatan kualitas atau derajat kesehatan masyarakat terutama
masyarakat miskin dan
kurang mampu. Atas dasar latar belakang
inilah Tim Perjuangan Bamunas memandang perlu untuk melakukan
kajian terhadap penerapan Askeskin di Kota Cirebon.
inilah Tim Perjuangan Bamunas memandang perlu untuk melakukan
kajian terhadap penerapan Askeskin di Kota Cirebon.
Adapun
tujuan dilaksanakannya kajian ini adalah
pertama, untuk mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan
penerapan Askeskin;
pertama, untuk mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan
penerapan Askeskin;
kedua, untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mendukung atau
menghambat keberhasilan penerapan Askeskin;
ketiga, Untuk memperoleh berbagai lesson learned dari penerapan
Askeskin bagi penerapan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
ketiga, Untuk memperoleh berbagai lesson learned dari penerapan
Askeskin bagi penerapan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
Kajian yang menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif ini
menggunakan metode focus group discussion (FGD) diharapkan
dapat diperoleh data yang jauh lebih lengkap. Seyogianya melibatkan
berbaga pimpinan instansi terkait seperti Pemerintah Kota
(Dinas Kesehatan), PT Askes, LSM, kalangan akademisi, dan
pelaksana pelayanan kesehatan (PPK) seperti Puskesmas dan
Rumah Sakit, kajian ini mengambil lokus di 5 Kecamatan
di Kota Cirebon.5 kecamatan tersebut belum mampu mewakili
keseluruhan daerah di Kota Cirebon, namun berbagai hasil dari
kajian ini dpat dijadikan cermin bagi pelaksanaan Jamkesmas
di masa datang.
menggunakan metode focus group discussion (FGD) diharapkan
dapat diperoleh data yang jauh lebih lengkap. Seyogianya melibatkan
berbaga pimpinan instansi terkait seperti Pemerintah Kota
(Dinas Kesehatan), PT Askes, LSM, kalangan akademisi, dan
pelaksana pelayanan kesehatan (PPK) seperti Puskesmas dan
Rumah Sakit, kajian ini mengambil lokus di 5 Kecamatan
di Kota Cirebon.5 kecamatan tersebut belum mampu mewakili
keseluruhan daerah di Kota Cirebon, namun berbagai hasil dari
kajian ini dpat dijadikan cermin bagi pelaksanaan Jamkesmas
di masa datang.
HASIL TEMUAN
Program Askeskin
Dari hasil temuan data
yang peroleh di daerah tersebut, beberapa
temuan yang penting untuk diungkapkan sebagai hasil dari kajian
ini adalah sebagai berikut :
temuan yang penting untuk diungkapkan sebagai hasil dari kajian
ini adalah sebagai berikut :
Aspek
kepesertaan. Salah satu hal penting dalam aspek kepesertaan
adalah belum siapnya data yang akurat akibat perbedaan perhitungan
antara data BPS (yang selama ini dijadikan patokan oleh Departemen
Kesehatan Kota Cirebon) dengan data dari pemerintah kota.
adalah belum siapnya data yang akurat akibat perbedaan perhitungan
antara data BPS (yang selama ini dijadikan patokan oleh Departemen
Kesehatan Kota Cirebon) dengan data dari pemerintah kota.
Perbedaan ini antara
lain dipicu pendekatan dan persepsi yang berbeda
dalam proses pendataan di
masyarakat. Dari manapun sumber data
yang akan digunakan oleh pemerintah (baik BPS maupun data dari
Pemerintah Kota) sebenarnya tidak ada masalah, namun dasar
penetapannya harus melalui kriteria yang rasional dan obyektif. Tentu
saja hal ini sangat penting jika merujuk pada kriteria yang ditetapkan
oleh pemerintah dimana kriteria orang miskin dan tidak mampu adalah
yang rumahnya masih menggunakan lantai tanah. Selain itu,
aksesibilitas masyarakat miskin dan kurang mampu dalam memperoleh
yang akan digunakan oleh pemerintah (baik BPS maupun data dari
Pemerintah Kota) sebenarnya tidak ada masalah, namun dasar
penetapannya harus melalui kriteria yang rasional dan obyektif. Tentu
saja hal ini sangat penting jika merujuk pada kriteria yang ditetapkan
oleh pemerintah dimana kriteria orang miskin dan tidak mampu adalah
yang rumahnya masih menggunakan lantai tanah. Selain itu,
aksesibilitas masyarakat miskin dan kurang mampu dalam memperoleh
pelayanan
kesehatan masih terganggu oleh banyaknya kalangan
masyarakat mampu yang berusaha mendapatkan pelayanan Askeskin
melalui pembuatan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Akibatnya, beban beban anggaran Pemkot yang dialokasikan lewat
APBD akan semakin berat.
Aspek pendanaan. Beberapa permasalahan penting yang selama ini
menjadi kendala terkait dengan aspek pendanaan adalah terkait dengan
payung hukum cost sharing atau dana pendamping dari pemerintah
propinsi. Departemen dalam negeri belum mengatur tentang mekanisme
pencairan dana pendamping tersebut, sehingga seringkali pemerintah
kota kesulitan mencairkan anggaran yang berasal dari sumber APBD
tersebut.
masyarakat mampu yang berusaha mendapatkan pelayanan Askeskin
melalui pembuatan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Akibatnya, beban beban anggaran Pemkot yang dialokasikan lewat
APBD akan semakin berat.
Aspek pendanaan. Beberapa permasalahan penting yang selama ini
menjadi kendala terkait dengan aspek pendanaan adalah terkait dengan
payung hukum cost sharing atau dana pendamping dari pemerintah
propinsi. Departemen dalam negeri belum mengatur tentang mekanisme
pencairan dana pendamping tersebut, sehingga seringkali pemerintah
kota kesulitan mencairkan anggaran yang berasal dari sumber APBD
tersebut.
Penyaluran dana secara
langsung ke PPK baik untuk Puskesmas dan
jaringannya serta rumah sakit,
meskipun lebih menguntungkan karena
PPK lebih memiliki diskresi untuk mengelola anggarannya, namun hal
ini tidak mendapatkan dukungan dari Departemen Dalam Negeri yang
masih menganggap bahwa puskesmas dan jaringannya serta Rumah sakit
merupakan instansi di bawah pemerintah daerah, bukan instansi vertikal
dari departemen kesehatan.
PPK lebih memiliki diskresi untuk mengelola anggarannya, namun hal
ini tidak mendapatkan dukungan dari Departemen Dalam Negeri yang
masih menganggap bahwa puskesmas dan jaringannya serta Rumah sakit
merupakan instansi di bawah pemerintah daerah, bukan instansi vertikal
dari departemen kesehatan.
Secara psikologis hal
ini mengganggu proses penyaluran dana Pusat
untuk program Askeskin ini. Selain berbagai kendala itu, kendala lainnya
untuk program Askeskin ini. Selain berbagai kendala itu, kendala lainnya
juga masih sangat mengganggu
penyelenggaraan program Askeskin
antara lain pencairan dana yang tidak tepat waktu sehingga menghambat
antara lain pencairan dana yang tidak tepat waktu sehingga menghambat
oeperasional pelayanan khususnya pada Rumah Sakit.
Aspek
organisasi. Perbedaan terminologi kendali biaya selama ini
terjadi karena terdapat persepsi berbeda antara pihak Rumah sakit dan
PT. Askes. Bagi rumah sakit, pelayanan kesehatan kepada masyarakat
miskin adalah tugas rumah sakit yang tidak bisa ditolak. Karena itu,
rumah sakit akan selalu menerima semua pasien yang memiliki identitas
sebagai masyarakat miskin. Selain itu, rumah sakit harus dihadapkan
pada mutu layanan dan lebih ke arah kendali mutu. Sementara pihak
PT Askes mendasarkan pada pilihan efisiensi, sebagai konsekuensi
dari tugas pokok dan fungsi PT Askes dalam penyelenggaraan program
Askeskin sebagai pengendali biaya. Selain itu, pensosialisasian program
Askeskin juga masih belum optimal, sehingga masih banyak
masyarakat miskin dan kurang mampu yang belum mengetahui program
Askeskin ini. Meskipun demikian, tingkat utilisasi pelayanan kesehatan
sebenarnya sudah sangat bagus (16,7 persen) melebihi target
keberhasilan yang ditetapkan pemerintah kota.
terjadi karena terdapat persepsi berbeda antara pihak Rumah sakit dan
PT. Askes. Bagi rumah sakit, pelayanan kesehatan kepada masyarakat
miskin adalah tugas rumah sakit yang tidak bisa ditolak. Karena itu,
rumah sakit akan selalu menerima semua pasien yang memiliki identitas
sebagai masyarakat miskin. Selain itu, rumah sakit harus dihadapkan
pada mutu layanan dan lebih ke arah kendali mutu. Sementara pihak
PT Askes mendasarkan pada pilihan efisiensi, sebagai konsekuensi
dari tugas pokok dan fungsi PT Askes dalam penyelenggaraan program
Askeskin sebagai pengendali biaya. Selain itu, pensosialisasian program
Askeskin juga masih belum optimal, sehingga masih banyak
masyarakat miskin dan kurang mampu yang belum mengetahui program
Askeskin ini. Meskipun demikian, tingkat utilisasi pelayanan kesehatan
sebenarnya sudah sangat bagus (16,7 persen) melebihi target
keberhasilan yang ditetapkan pemerintah kota.
Aspek
pelayanan kesehatan. Beberapa kendala terkait dengan aspek
pelayanan kesehatan
adalah belum optimalnya pemanfaatan program
Askeskin oleh masyarakat akibat
kurangnya sosialisasi. Namun
demikian, berdasarkan indikator keberhasilan
penyelenggaraan program
askeskin ini, program ini relatif berhasil terutama
jika dilihat dari aspek
utilisasi pelayanan kesehatan yang tersedia di
Puskesmas dan Rumah sakit.
Aspek
pemantauan dan evaluasi. Seringkali tim pemantau dan
evaluasi bertindak secara tidak
berkisinambungan, sehingga pelaksanaan
Askeskin berjalan tanpa ada koordinasi.
Padahal posisi tim pemantau dan
evaluasi ini sangat penting dalam mengawal
pelaksanaan setiap tahap
program Askeskin. Dalam pelaksanaan pemantauan dan
evaluasi lebih
bersifat formalitas semata. Perbaikan berkelanjutan selama kurun
waktu tahun 2009 – 2012 belum berkembang secara signifikan, terutama
dalam
masalah kepesertaan dan independensi verifikator keuangan.
Program Jamkesmas
Dalam pelaksanaannya,
program Askeskin juga masih terdapat berbagai
kendala yang perlu untuk
diselesaikan, antara lain :
Aspek
kepesertaan, permasalahan yang ditemui adalah: (a) belum semua
kecamatan
menetapkan data masyarakat miskin; b) ketidaktepatan sasaran
di mana masih ada
pengguna SKTM yang berasal dari masyarakat
non-miskin yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan dari Program
Jamkesmas; serta c) belum semua sasaran
Program Jamkesmas mendapatkan
kartu peserta.
Permasalahan dari aspek pelayanan kesehatan yang ditemui berupa:
(a) pemanfaatan Program Jamkesmas oleh masyarakat miskin belum optimal,
sehubungan dengan adanya penyalahgunaan SKTM oleh kelompok yang
tidak berhak;
(b) sistem rujukan belum berjalan sebagaimana mestinya;
(c) masih dilakukan
tindakan yang berlebihan; (d) kendali mutu dan kendali
biaya pelayanan
kesehatan di RS belum Optimal, dan (e) Verifikator
independen belum mendapatkan
pelatihan secara optimal disebabkan
terhambat masalah pendanaan.
Permasalahan dari aspek pendanaan, berupa: (a) Masih
adanya
Rumah Sakit yang belum menggunkan dana secara optimal, (b) pemerintah
kota yang menerapkan kebijakan untuk menyetorkan dana langsung
ke kas
daerah, (c) Hutang pelayanan program Askeskin tahun 2009, dan
(d)
Prosentase pembiayaan obat terhadap biaya total pelayanan kesehatan
masih di
bawah 50%.
Aspek organisasi dan manajemen, permasalahan yang
dihadapi
diantaranya adalah : (a) sosialisasi program masih belum optimal pada
seluruh stakeholder terkait, (b) koordinasi Tim Pengelola Jamkesmas
Kota
Cirebon belum berjalan dengan optimal, serta (c) mekanisme
pelaporan pelaksanaan
kegiatan Jamkesmas dari Dinas Kesehatan Kota
ke Depkes belum berjalan
seperti yang diharapkan.
SARAN
REKOMENDASI
Dari berbagai persoalan
di atas, berikut ini diberikan saran rekomendasi
agar penyelenggaraan program
Jamkesmas bisa berjalan lebih baik,
sebagai berikut :
sebagai berikut :
1.Perlu ketegasan pemerintah kota untuk menetapkan
sistem pendataan
yang berkelanjutan, agar pesertaJamkesmas tidak lagi salah
sasaran.
Untuk itu perlu diusulkan model Single Identity Number sebagai kartu
multiguna yang salah satunya dapat difungsikan sebagai kartu Jamkesmas.
(Program Jokowi menuju DKI-I)
Untuk itu perlu diusulkan model Single Identity Number sebagai kartu
multiguna yang salah satunya dapat difungsikan sebagai kartu Jamkesmas.
(Program Jokowi menuju DKI-I)
Hal itu sekaligus dapat
digunakan untuk mengatasi permasalah pelayanan
kesehatan yang selama ini tidak optimal. Apalagi ketidakoptimalan
pelayanan kesehatan selama ini karena munculnya berbagai bentuk
penyalahgunaan SKTM.
kesehatan yang selama ini tidak optimal. Apalagi ketidakoptimalan
pelayanan kesehatan selama ini karena munculnya berbagai bentuk
penyalahgunaan SKTM.
2. Perlu Surat
keputusan bersama antara menteri kesehatan dan menteri
dalam negeri agar tidak terjadi mispersepsi tentang penyelenggaraan
program Jamkesmas ini.
dalam negeri agar tidak terjadi mispersepsi tentang penyelenggaraan
program Jamkesmas ini.
Hal ini misalnya masih
adanya persepsi bahwa rumah sakit dan puskesmas
tidak bisa mendapatkan dana langsung dari pemerintah pusat. Padahal
program Jamkesmas merupakan program untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin.
tidak bisa mendapatkan dana langsung dari pemerintah pusat. Padahal
program Jamkesmas merupakan program untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin.
3. Perlu tindak lanjut
penempatan Tim verifikator, karena hingga saat ini
masih banyak rumah sakit yang belum ditempatkan Tim Verifikator.
Disamping itu, konsekuensi penempatan Tim Verfikator juga harus
dipikirkan oleh pemerintah karena hingga saat ini masih ada
pemahaman bahwa Tim Verifikator menjadi tanggungjawab
masih banyak rumah sakit yang belum ditempatkan Tim Verifikator.
Disamping itu, konsekuensi penempatan Tim Verfikator juga harus
dipikirkan oleh pemerintah karena hingga saat ini masih ada
pemahaman bahwa Tim Verifikator menjadi tanggungjawab
Pemerintah Kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar