Sabtu, 20 Oktober 2012

MODAL PERJUANGAN


MODAL PERJUANGAN
       Modal perjuangan bangsa Indonesia mencapai Indonesia Merdeka
      Pernah mengalami kejayaan.
      Bangsa religius – Theis (Bertuhan).
      Negeri yang kaya dan strategis.
      Punya tradisi melawan penindasan.
      Punya nasionalisme (berperikemanusiaan).
      Kesadaran berbangsa – persatuan dan kesatuan.
      Bung Karno menyodorkan faham dan konsepsi politik.
       Pra Kemerdekaan : Marhaenisme.
       Proklamasi Kemerdekaan : Pancasila.
       Pasca Kemerdekaan : Trisakti, Sosialisme Indonesia dan Dunia Baru.
       Modal perjuangan bangsa Indonesia mencapai Indonesia Merdeka
      Ideologi perjuangan untuk membela kaum tertindas.
       Setiap perjuangan membutuhkan faham atau ideologi.
       Nasionalisme Indonesia pernah berhasil mengusir kolonialisme dan imperialisme dan menghasilkan kemerdekaan Indonesia.
      Pemikiran Bung Karno menyodorkan faham :
       Marhaenisme
       Sosio-Nasionalisme
       Nasionalisme yang berperi-kemanusiaan.
       Sosio-Demokrasi
Demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi yang berke-Tuhan-an YME.

NASIONALISME INDONESIA
       Watak Dasar
      Tumbuh sebagai perlawanan rakyat terhadap sistem penindasan.
      Nasionalisme kerakyatan yang berperi-kemanusiaan.
      Daya hidup yang selalu berkobar dalam revolusi mencapai kemerdekaan.
      Nasionalisme yang anti sistem penindasan yaitu :
       Feodalisme
       Kapitalisme
       Kolonialisme
       Imperialisme
       Nasionalisme Kerakyatan
      Nasionalisme kerakyatan tersebut  berpadu dengan cita-cita demokrasi sosial, yaitu demokrasi politik dan demokrasi ekonomi  yang ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dalam Indonesia merdeka.
      Perpaduan dari paham nasionalisme kerakyatan dan demokrasi sosial tersebut menumbuhkan efek sinergistik positif dan melahirkan ideologi baru (Marhaenisme) sebagai antitesa terhadap sistem-sistem penindasan.
      Ideologi inilah yang kemudian menjadi roh dalam perjuangan revolusioner menuju Indonesia Merdeka.

PIDATO LAHIRNYA PANCASILA 1 JUNI 1945
       Bukan ide atau gagasan yang muncul tiba-tiba
      Gagasan tentang dasar negara Indonesia merdeka yang telah sejak tahun 1920-an dipikirkan Sukarno.
      Terkait dengan pikiran, gagasan dan pengalaman perjuangan Sukarno sejak usia mudanya.
      Terkait dengan pasang-surutnya pergerakan nasional menuju Indonesia merdeka.
      Dalam memahami pikiran Sukarno pada pidato Pancasila 1 Juni 1945, perlu memahami referensi tentang pikiran Sukarno seperti tertulis terutama dalam buku :
       Indonesia menggugat
       Di Bawah Bendera Revolusi (I dan II)
       Sarinah
       Penyambung Lidah Rakyat 
       Sidang BPUPKI
      Pandangan umum dan perdebatan tentang Dasar Negara Indonesia Merdeka.
§  Menurut kesaksian Hatta :
- “Hanya Sukarno yang menjawab pertanyaan ketua Radjiman Wediodiningrat”.(*)
  • Hanya Sukarno yang secara eksplisit menyebutkan Pancasila dan rumusannya pada tanggal 1 Juni 1945.
       Sidang PPKI
      Perumusan Dasar Negara (tertuang dalam Pembukaan UUD 1945)
      Perumusan pasal-pasal dalam UUD 1945 (Asli)
       PANCASILA 1 Juni 1945
      Philosofische Grondslag (Dasar Falsafah)
      Weltanschauung (Dalil-dalil Filsafat)
       Proklamasi Kemerdekaan
      Perumusan Teks Proklamasi

DASAR FALSAFAH dan Weltanschauung

       Dasar Falsafah (Philosofische Grondslag)
      Filsafat yang berada pada wilayah ilmu pengetahuan, membicarakan teori-teori filsafat yang tidak langsung berkaitan dengan sikap hidup.
      Titik beratnya adalah pemahaman dan keyakinan akan kebenaran.
       Weltanschauung
      Dalil-dalil filsafat yang berada pada wilayah praktek hidup, berdekatan dengan sikap hidup dan berupaya mengatasi persoalan dan tantangan hidup.
      Titik berat Weltanschauung adalah praksis.
      Fungsi De Mensch, manusia ! Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan, menjadi realiteit, jika tidak dengan perjuangan.
      Pada suku-suku primitif terdapat juga Weltanschauung meskipun tanpa rumusan filsafat.
       Philosofische Grondslag = 5x ; Weltanschauung = 33x
       Pancasila dalam pidato 1 Juni 1945 (*)
      Kebangsaan Indonesia
      Internasionalisme, - atau Peri-kemanusiaan
      Mufakat, - atau Demokrasi
      Kesejahteraan Sosial
      Ketuhanan YME
       Urutan sila-sila
      Sukarno sebagai ideolog, praktisi lapangan dan tokoh politik sentral dalam gerakan menuju Indonesia merdeka kelihatannya lebih memandang relevansi dan urgensi dari masing-masing sila tersebut untuk menjawab tantangan nyata yang dihadapi bangsa Indonesia saat itu.
      Ketuhanan YME pada urutan kelima tidak dalam arti bahwa sila Ketuhanan YME kurang penting dibanding keempat sila yang lainnya, tetapi justru Sukarno ingin menunjukkan bahwa keempat sila tersebut tidak akan mungkin dapat dilaksanakan jikalau tidak didasarkan pada sila Ketuhanan YME, yang cakupannya paling luas dibandingkan dengan keempat sila lainnya. 
       Philosofische Grondslag
      Fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.
       Weltanschauung
      Berjuang mendirikan nationale staat untuk mewujudkan Pancasila.
       Merdeka
      Merdeka adalah political independence, politieke onafhankelijkheid yang merupakan Jembatan Emas.
       Merdeka sekarang juga
      Syarat merdeka adalah bumi, rakyat dan pemerintah, kemudian ada pengakuan dari salah satu negara yang sudah merdeka.
      Tinggalkan untuk sementara verschrikkelijk zwaarwichtig (urusan kecil-kecil yang ”njlimet”).

RUMUSAN PANCASILA DAN
PIDATO LAHIRNYA PANCASILA 1 JUNI 1945
       Rumusan Pancasila yang kita kenal sekarang
      Pancasila
1.     Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.     Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.     Persatuan Indonesia.
4.     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5.     Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
      Pidato 1 Juni 1945
1.     Rumusan dan substansi Pancasila di atas tak bisa dilepaskan dari pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 di depan Sidang BPUPKI (diketuai oleh Radjiman Wediodiningrat), yang kemudian dikenal dengan lahirnya Pancasila.
2.     Substansi Pancasila tersebut adalah kristalisasi dari pemikiran-pemikiran Bung Karno yang digali sejak usia mudanya, yang menjadi masukan penting utama dalam perumusan Dasar Negara Republik Indonesia.
3.     Menurut Hatta: “Hanya Soekarno yang menjawab pertanyaan ketua Radjiman Wediodiningrat”.(*)
       Pidato 1 Juni 1945
      Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 tersebut menyebut sbb:
1.     ….. Saudara-saudara, apakah prinsip kelima? Saya telah mengemukakan 4 prinsip:
       Kebangsaan Indonesia
       Internasionalisme, - atau peri-kemanusiaan
       Mufakat, - atau demokrasi
       Kesejahteraan sosial
2.     Prinsip yang kelima hendaknya : Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.(*)
3.     ….. Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka. Weltancshauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saya peras menjadi satu.
       Inilah yang dulu saya namakan sosio-nasionalisme.(*)
      Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 tersebut menyebut sbb:
1.     ….. Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische democratie, yaitu politieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peras pula menjadi satu.
       Inilah yang dulu saya namakan sosio-democratie.(*)
2.     Kalau tuan senang dengan simbolik tiga, ambilah yang tiga ini.Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja, maka saya kumpulkan lagi menjadi satu …… Semua buat semua …….., maka negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara ”Gotong-Royong”.(*)
3.     ….. Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana yang tuan-tuan pilih: Trisila, Ekasila ataukah Pancasila.(*)
       Benang Merah
      Hubungan antara awal konsepsi pikiran Bung Karno tentang Marhaenisme, yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi (*) jauh sebelum kemerdekaan, kemudian Pidato 1 Juni 1945 dan Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam Pembukaan UUD 1945 (Asli), sangat jelas dan konsisten, tak perlu diragukan lagi.
1.     Entah saudara-saudara mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. (**)
2.     Untuk membentuk nasionalistis, Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam peri-kemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk ke-Tuhanan. (**)
3.     Pancasila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun. (**)
      Bila kita mau jujur dan mempelajari betul-betul pemikiran Bung Karno secara keseluruhan (secara utuh), maka tidak sulit untuk menemukan benang merah atau konsistensi pemikiran-pemikirannya sejak awal karir politik sampai akhir hayatnya.
      Dengan mempelajari proses sejarah perjuangan Bung Karno dan dengan memahami makna hakiki pemikiran Bung Karno, orang tak bisa membedakan antara Marhaenisme dan Pancasila, ataupun antara Pancasila, Trisila dan Ekasila.
      Rumusan kata atau kalimatnya bisa berbeda, tetapi makna hakikinya sama.
      Memahami Pancasila perlu kejujuran dan moral sebagai pejuang kemanusiaan yang berke-Tuhan-an YME.
       Benang Merah yang dicoba untuk DIPUTUS :
      Memang dalam pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, Bung Karno mengatakan :
1.   ….. Saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah “Pancasila”. (*)
      Kalimat di atas dijadikan entry point (pintu masuk) untuk membuat polemik supaya diinterpretasikan dan disimpulkan bahwa Pancasila tak ada hubungan kesejarahan dengan pemikiran Bung Karno atau Bung Karno sekedar corong dari orang lain.
      Kalimat di atas ingin digunakan untuk men-delegitimasi konsepsi dan pemikiran Bung Karno tentang Pancasila, justru karena ucapan tersebut datang dari Bung Karno sendiri.
      Kalimat di atas ingin digunakan untuk melepaskan keterikatan historis antara pemikiran-pemikiran Bung Karno dengan konsepsi tentang Pancasila.
      Kemudian Pancasila ingin ditafsirkan semau-maunya sendiri.

PRINSIP KE-1 - KEBANGSAAN
       Di atas satu kebangsaan Indonesia kita mendasarkan negara Indonesia.
       Otto Bauer :
      “Eine Nation ist eine aus Schiksalsgemeneinchaft erwachsene Charaktergemeinschaft” :
            (Bangsa adalah persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib)
       Ernest Renan :
      “Le désir d’étre ensemble” :
                  Bangsa itu adalah hasil historis yang ditimbulkan oleh deretan kejadian yang semua menuju ke satu arah.
      Bangsa itu merupakan keinginan untuk hidup bersama (le desir de vivre ensemble)."
      Bangsa itu seperti individu-individu merupakan hasil masa silam yang penuh usaha, pengorbanan dan pengabdian.
      Bangsa itu adalah suatu solidaritas besar yang terbentuk karena adanya kesadaran bahwa orang telah berkorban banyak dan bersedia untuk memberikan pengorbanan lagi.
       Bung Karno menambahkan unsur geopolitik.
      Bangsa Indonesia, Natie Indonesia adalah seluruh manusia yang menurut geopolitik tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian (Sabang sampai Merauke). – wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan
      Kesadaran atas persatuan antara orang dan tempat untuk mendirikan satu Nationale Staat.
      Kebangsaan yang bukan dalam arti yang sempit.
       Salah satu contoh sistesis dalam proses dialektis pikiran Soekarno.

BANGSA – BUNG KARNO
       Bung Karno mengkritisi definisi Otto Bauer maupun Ernest Renan sebagai kurang lengkap karena pada saat itu telah mulai berkembang cabang ilmu (wetenschap) baru yang disebut geopolitik, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara orang dan tempat           dengan  berbagai aspeknya dalam kehidupan.
       Bung Karno mengatakan: “Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekadar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan Gemeinschaft-nya dan perasaan orangnya, L´ame et le desir” (*)
       Bung Karno mengkoreksi definisi Otto Bauer maupun Ernest Renan dengan menambahkan unsur geopolitik.
       ….. Bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang, menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah s.w.t., tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung utara Sumatera sampai ke Irian ! Seluruhnya ! (*)
  

       Ada orang yang berkata : "Tak perlu sila Ketuhanan Yang Maha Esa, cukup sila yang empat ; Kebangsaan, rasa Kebangsaan Indonesia yang bulat, cukup rasa Perikemanusiaan, cukup Kedaulatan Rakyat, cukup Keadilan Sosial". Perkataan yang demikian itu adalah perkataan yang salah.
       Kebangsaan tak dapat menjadi kebangsaan yang kuat, rasa kebangsaan tak dapat menjadi rasa yang mesra, yang menghikmati segenap jiwa kita, jikalau tidak diresapi atau tidak didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
       Peri-Kemanusiaan, cinta kasih kepada sesama manusia tak perduli ia berkulit hitam atau berkulit putih atau berkulit merah atau berkulit kuning, tak dapat rasa cinta itu meresap sedalam-dalamnya  di dalam kita punya jiwa, jikalau tidak diresapi oleh rasa Ketuhanan Yang Maha Esa.
       Kedaulatan Rakyat demikian pula. Keadilan Sosial, yaitu kehendak untuk mengadakan suatu masyarakat yang adil dan makmur tanpa penindasan manusia kepada manusia, rasa yang demikian itupun tak dapat meresapi kita punya jiwa, masuk ke dalam tulang sumsum kita, darah daging kita, jikalau tidak diresapi atau berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

PRINSIP KE-2 – PERIKEMANUSIAAN

       Nasionalisme Indonesia bukan nasionalisme yang sempit, bukan chauvinisme
       Gandhi : My nasionalism is humanity
       Menuju kekeluargaan bangsa-bangsa
       Perikemanusiaan atau Internasionalisme bukan Kosmopolitanisme
       Internationalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya internasionalisme.
       Tiap-tiap agama memerintahkan kita supaya cinta kepada sesama manusia.
       Ambillah misalnya agama Islam, yang Kitab Qur'an-nya atau hadist-hadist Nabinya penuh dengan ajaran-ajaran mencintai sesama manusia, ajaran Fardlu Qifayah

   
PRINSIP KE-3 – MUFAKAT ATAU DEMOKRASI

       Dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan
       Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan untuk satu golongan, meskipun golongan itu golongan yang kaya raya.
       “Semua buat semua”- “Satu buat semua, semua buat satu”
       Syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia adalah permusyawaratan, perwakilan.
       Permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.
       Demikian pula sila Kedaulatan Rakyat.
       Bagaimana kita bisa dengan rasa mesra percaya, bahwa cara pemerintahan yang satu-satunya sempurna ialah mengambil kehendak rakyat. Kedaulatan Rakyat, jikalau kita tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, jikalau kita tidak percaya kepada ucapan orang Yunani, yang pada waktu itu belum ada agama mono-theisme, tetapi toh telah berkata : "Vox Populi, Vox Dei" (Suara Rakyat adalah Suara Tuhan).

PRINSIP KE-4 – KESEJAHTERAAN SOSIAL

       Prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka.
       Demokrasi politik-ekonomi (politieke-economische democratie) yang mampu mendatangkan keadilan sosial (sociale rechtvaardigheid).
       Bukan demokrasi perlementer (parlementaire democartie) yang hanya bisa memberikan demokrasi politik (politieke rechtvaardigheid ).
       Badan permusyawaratan yang bisa mewujudkan keadilan politik dan keadilan sosial (politieke rechtvaardigheid en sociale rechtvaardigheid).
       Rasa Keadilan Sosial yang kita tidak merasa senang hidup, jikalau kita masih melihat exploitation de l'home par l'home, melihat manusia dihisap oleh manusia lain. Melihat kemiskinan, melihat penderitaan, melihat kesengsaraan.
       Bagaimana kita bisa mati-matian berjuang untuk Keadilan Sosial, kalau di dalam dada kita tidak bersemayam rasa Ketuhanan Yang Maha Esa ?

PRINSIP KE-5 – KETUHANAN

       Prinsip yang kelima hendaknya : Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.(*)
      Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhan-nya sendiri.
      Hendaknya negara Indonesia ialah  negara yang tiap-tiap orangnya dapat meyembah Tuhan-nya dengan cara yang leluasa.
      Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme agama”.
      Hendaknya Negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan.
      Marilah kita amalkan agama dengan cara berkeadaban, hormat-menghormati satu sama lain.
       Sebaliknya ada orang yang berkata : "Cukup hanya dengan rasa Ketuhanan Yang Maha Esa saja. Tidak perlu Kebangsaan, tidak perlu Perikemanusiaan, tidak perlu Kedaulatan Rakyat, tidak perlu Keadilan Sosial". Pendirian yang demikian itu juga salah saudara-saudara.
       Justru oleh karena seseorang hidup di dalam Ketuhanan Yang Maha Esa, justru oleh karena itulah dia cinta kepada Tanah Air. Justru oleh karena itulah dia harus cinta kepada sesama manusia. Justru oleh karena itulah dia harus cinta kepada cara pemerintahan yang bernama Kedaulatan Rakyat. Justru oleh karena itulah dia harus berikhtiar mati-matian untuk mendatangkan Keadilan Sosial atau suatu masyarakat yang adil dan makmur.
       "Hubbul Wathanminal Iman". Cinta kepada Tanah Air adalah sebagian daripada iman. Sehingga orang yang tidak cinta kepada Tanah Air, imannya belum lengkap.
PANCASILA – KESATUAN TAK TERPISAHKAN
       Pancasila yang lima ini adalah satu kesatuan.
      Siapa yang hendak memisah-misahkan Ketuhanan Yang Maha Esa daripada Kebangsaan, daripada Perikemanusiaan, daripada Kedaulatan Rakyat, daripada Keadilan Sosial, ia tidak mengerti akan inti dan arti Pancasila itu.
       Maka kalau yang pertama yang akan saya tandaskan kepada saudara-saudara sekalian ialah pengertian kesatuan yang tak boleh dipecah-pecahkan dan dipisah-pisahkan antara kelima-lima sila ini.
       De onverbreekbare eenheid.
      Kesatuan yang tak boleh dipecah-pecahkan daripada kelima sila ini.

TRISILA
SOSIO-NASIONALISME, SOSIO-DEMOKRASI dan KETUHANAN YME
       Kalau saudara-saudara tidak suka dengan bilangan lima, saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja.
       Dua dasar yang pertama, Kebangsaan dan Internasionalisme, kebangsaan dan Peri-Kemanusiaan, saya peras menjadi satu.
      Itulah yang dulu saya namakan Sosio-Nasionalisme.
       Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politieke-economische democartie, yaitu politieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu.
      Itulah yang dulu saya namakan Sosio-Demokrasi.
       Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
      Ketuhanan yang menghormati satu sama lain.

GOTONG-ROYONG
       Kalau tuan senang dengan simbolik tiga, ambilah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja, maka saya kumpulkan lagi menjadi satu …… Semua buat semua …….., maka negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara”Gotong-Royong”.
       “Gotong-royong” adalah perkataan Indonesia yang tulen.
       “Gotong-royong” adalah faham dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”. Kekeluargaan adalah faham statis.
       “Gotong-royong” menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, satu “gawé”.
       “Gotong-royong” adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, buat kepentingan bersama.
       Gotong-royong sebenarnya adalah suatu sistem sosial dengan mekanisme kerja untuk bersinergi sehingga diperoleh suatu hasil bersama yang optimum dari keterbatasan sumber-daya yang dimiliki oleh masing-masing individu yang bersinergi.
       Gotong-royong merupakan satu sistem sosial karena di dalamnya hidup nilai-nilai keadaban (Pancasila) yang menyatu ke dalam suatu keseluruhan (totalitas kehidupan) yang terintegrasi.
       Gotong-royong merupakan satu mekanisme kerja karena dalam bergotong-royong terjadi suatu pembanting-tulangan bersama seluruh potensi dan sumber-daya untuk bersinergi, sehingga menghasilkan resultan yang tinggi.
       Gotong-royong adalah sistem sosial yang adil karena sinergi dari semua untuk kepentingan semua, nilai lebih tidak jatuh ke tangan salah satu pihak atau individu yang bersinergi. 

PANCASILA dalam Pembukaan UUD 1945 dan yang kita kenal sekarang
Pancasila
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Memahami PANCASILA
       Sejarah perjuangan bangsa
      Pasang-surutnya perjuangan kemerdekaan RI.
       Pemikiran Bung Karno
      Konsepsi persatuan dan kesatuan bangsa.
      Konsepsi tentang bangsa.
      Konsepsi perlawanan terhadap sistem penindasan.
      Konsepsi ideologi negara yang digagas Bung Karno.
       Praktek dalam kehidupan
      Jaman Bung Karno
      Jaman ORBA
      Perombakan UUD 1945 (Asli)
       Tantangan yang dihadapi bangsa dan negara
      Globalisasi
      Globalisme

Cakupan PANCASILA
       Memahami kembali cakupan Pancasila :
      Dasar Falsafah Negara RI
      Landasan Idiil Negara RI
      Pandangan hidup bangsa Indonesia
      Dasar Negara RI
      Ideologi bangsa Indonesia
      Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia
      Tujuan proklamasi kemerdekaan Indonesia
      Perjanjian luhur rakyat Indonesia
      Nilai-nilai luhur yang digali dari bumi Indonesia
      Nilai-nilai Substansial yang bersifat Universal

PANCASILA – IDEOLOGI NASIONAL PROGRESIF
       Dasar untuk nenumbuhkan Ideologi Nasional Progresif dari bangsa Indonesia.
       Pengertian pokok dari Pancasila
      Pancasila sebagai pemerasan kesatuan jiwa Indonesia.
      Pancasila sebagai manifestasi persatuan bangsa dan wilayah Indonesia.
      Pancasila sebagai weltanschauung bangsa Indonesia dalam penghidupan nasional dan internasional.
       Declaration of Independence dari Thomas Jefferson menekankan pada life (Hak hidup), liberty (Hak kebebasan) dan the pursuit of hapiness (Pengejaran kebahagiaan).
      Lebih menekankan pada kebebasan dan hak-hak individu (individualisme-liberalisme), kurang berpihak pada keadilan sosial.
       Manifesto Komunis dari Karl Marx dan Friedrich Engels menekankan bahwa jika kaum proletar diseluruh dunia bersatu-padu dan menghancurkan kapitalisme, mereka tidak akan kehilangan barang lain kecuali rantai belenggunya sendiri, dan sebaliknya akan memperoleh suatu dunia yang baru.
      Masih kurang tinggi jiwanya, karena tidak dilandasi oleh Ketuhanan YME.
       Memandang Pancasila dalam konteks kedua paham besar dunia tersebut, Bung Karno mengatakan bahwa Pancasila adalah pengangkatan yang lebih tinggi (“Hogere Optrekking”) dari Declaration of Independence dan Manifesto Komunis.
      Hal ini tidak berarti bahwa Pancasila adalah digali dari kedua paham besar di atas, Pancasila adalah digali dari akar budaya dan kondisi sosio-kultural bangsa Indonesia sendiri.
      Bung Karno ingin memposisikan Pancasila diantara paham-paham besar dunia.

Mengapa Pancasila Kehilangan Makna Emansipatorik?
       Mengapa?
      Politik No – Ekonomi Yes
       Orientasi pada pragmatisme kebendaan, individualisme.
      De-politisasi.
      De-ideologisasi.
      De-parpolisasi.
      De-Sukarnoisasi.
      Konsep NKK-BKK.
      Kebijakan massa mengambang (floating mass).
       Mengakibatkan floating leader.
      Penafsiran Pancasila secara sepihak.
       Sesuai kepentingan politik rezim yang berkuasa.
      Pengkooptasian infra-struktur politik.
      Represi oleh kekuasaan politik.
      Pancasila sengaja diputus dari sejarah kelahirannya.

BUNG KARNO - PANCASILA
       Gagasan mengenai budaya bersama dipertahankan, atau lebih akurat ditransformasikan ke dalam gagasan mengenai ideologi dominan dengan mengutamakan semangat ephocal dari suatu masa dan pandangan dunia untuk membangkitkan semangat perlawanan dalam rangka menciptakan tatanan dan integrasi sosial yang diinginkan.
       Pancasila dipandang sebagai filsafat dan weltanschauung.
       Pancasila dimaknai sebagai KATA KERJA, dipahami sebagai DASAR dan sekaligus ACUAN dan dijalankan dalam rangka “Nation and Character Building.
       Pancasila diderivasikan dalam berbagai program politik rakyat dalam kerangka revolusi Indonesia yang pada saat itu mencapai tahap nasional demokratis – Trisakti.
       Pancasila digunakan sebagai ideologi nasional progresif untuk mensikapi problematika kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga memunculkan watak aslinya yang progresif dan revolusioner.
       Pancasila tidak dipandang sebagai ideologi tertutup, tetapi selalu dikaitkan dengan cita-cita proklamasi 17/08/1945, Pembukaan UUD 1945, dan UUD 1945 (Asli) dalam upaya menentang imperialisme dan kolonialisme.
       Pancasila digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan praksis.           

ORBA - PANCASILA
       Gagasan mengenai budaya bersama dipertahankan, atau lebih akurat ditransformasikan ke dalam gagasan mengenai ideologi dominan dengan perubahan terpenting bahwa kebudayaan saat itu digunakan dengan suatu cara yang MANIPULATIF, sebagai sesuatu yang ditimpakan oleh sekumpulan orang (Rezim) untuk menciptakan tatanan dan integrasi sosial yang diinginkan.
       Pancasila dipandang sebagai simbol yang penuh jargon verbalistik dan bukannya sebagai filsafat dan weltanschauung.
       Pancasila dimaknai sebagai KATA BENDA, nilai luhur warisan nenek moyang, dan bukannya sebagai DASAR dan sekaligus ACUAN.
       Pancasila tidak dipandang sebagai ideologi nasional yang progresif, sehingga tidak memunculkan watak aslinya yang progresif dan emansipatorik.
       Dengan sengaja Pancasila dijelmakan menjadi ideologi tertutup yang represif dengan mengkhianati substansi dasar yang terkandung di dalamnya, dan digunakan hanya sekedar ALAT untuk melanggengkan kekuasaan, Pancasila sebagai alat dalam praktek penindasan.
       Pancasila diimplentasikan melalui Juklak P4, dimana Pancasila bukan program perjuangan, tetapi sekedar proyek dan obyek kegiatan. Pancasila dilepaskan dari konteks problematika riil kehidupan rakyatnya (tidak digunakan sebagai weltanschauung dan Leitstar Dinamis), sehingga menjadi kerdil, bersifat mikro dan sangat teknis.
       Pancasila telah didistorsi dengan sengaja, karena Pancasila dipenggal dari sejarah kelahirannya dan dipisahkan dari pemikiran-pemikiran Bung Karno.

KENAPA PANCASILA TIDAK MEMUNCULKAN WATAK ASLINYA YANG PROGRESIF DAN REVOLUSIONER ?
Karena :
      Semangat dan cita-cita Revolusi 17 Agustus 1945 telah ditinggalkan.
      Pancasila hanya dipahami secara tekstual tapi tidak kontekstual.
      Pancasila hanya dipandang sekedar sebagai nilai-nilai luhur warisan budaya nenek-moyang, bukannya sebagai Ideologi Nasional yang progresif.
      Banyak yang telah kehilangan kesadaran kritis, tidak mempunyai kesadaran kolektif dan kehilangan sensibilitas interpretatif (kepekaan memaknai) dalam menggunakan Pancasila sebagai azas.
      Banyak yang merasa besar di bawah bayang-bayang Sukarno, tetapi tidak pernah menjalankan weltanschauung yang telah dirumuskan oleh Sukarno.
      Banyak kader yang bermental priyayi yang feodalistik, tidak radikal-progresif dan revolusioner.
      Ini semua bukan masalah kebodohan dan ketidak-berdayaan, tapi masalah komitmen, konsistensi dan kesanggupan serta ketulusan untuk menanggung konsekuensi perjuangan.
      Kita perlu melakukan pemberontakan terhadap diri sendiri.

WARISAN ORBA - MASALAH AKUT
       Bidang Politik – Ideologi Nasional
      Disorientasi terhadap cita-cita proklamasi kemerdekaan.
      Distorsi terhadap Pancasila dan UUD 1945 (Asli).
      Distorsi terhadap fungsi dan peran lembaga-lembaga tinggi negara.
      Pudarnya kesadaran berbangsa dan bernegara serta nasionalisme.
      Semi-Feodalistik, represif, otoriter, premanisme.
      Dwi-fungsi ABRI kebablasan, demokrasi semu.
       Bidang Ekonomi
      Ketergantungan akut pada luar negeri, terjebak pada hutang luar negeri.
      Kroni kapitalisme, koncoisme.
      Epilog berupa kehancuran total ekonomi nasional.
      Jurang pemisah antara minoritas kaya vs mayoritas miskin.
      Berbagai ketimpangan ekonomi pusat-daerah.
       Bidang Sosial-Budaya
      Pragmatisme kebendaan, budaya KKN, mentalitas kuli.
      Kehilangan jatidiri bangsa dan kepercayaan diri bangsa.
      Pembodohan dan pengkerdilan, kehilangan prakarsa dan kemerdekaan berpikir.
      Penetrasi budaya asing.
      Dekadensi moral



Tidak ada komentar:

Posting Komentar